Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diduga Tambang Bauksit Milik Riski di Tayan Tidak Mengantongi Izin Kementerian KLHK, Rugikan Negara Triliunan Rupiah


Sanggau,Kalbar. - Tambang merupakan salah satu kekayaan negara yang dikuasai oleh pemerintah,”artinya, pelaksanaan aktivitas pertambangan diserahkan sepenuhnya kepada perusahaan pelaksana, sedangkan pemerintah berperan mengawasi pelaksanaan aktivitas pertambangan. Pemerintah berhak memberikan dan mencabut izin pelaksanaan aktivitas pertambangan apabila dinilai tidak memenuhi persyaratan dan prosedur yang berlaku. Hingga kini, masih ada masalah yang belum bisa terselesaikan yaitu masalah tambang ilegal atau pertambangan tanpa izin (PETI).


"Menurut Korwil TINDAK Indonesia dan ketua Litbang YLBH-LMRRI (Bambang Iswanto.AMd)

dampak aktivitas Pertambangan Ilegal atau PETI sangat besar, bisa mencapai triliunan rupiah dan jelas merusak lingkungan,"ucapnya.


“Penambangan bauksit ilegal milik Riski berpotensi merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar tambang karena adanya ketidaksesuaian prosedur penambangan sebagaimana yang telah ditetapkan. Tambang ilegal atau (PETI) juga dapat merugikan negara karena berpotensi menghilangkan sumber pendapatan pemerintah,baik pusat maupun daerah,”kata Bambang kepada Media senin. (12/5/2025).


Kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal atau (PETI) terjadi karena aktivitas pertambangan yang dilakukan tidak memperhatikan azas good mining practices,"pungkasnya.


"Hal ini dapat di amati dari pembuangan limbah tambang bauksit milik Riski pada saat proses pencucian langsung menuju ke sungai Subah yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan.kegiatan penambangan seperti ini juga berpotensi mengancam keselamatan jiwa karena abainya pelaku tambang bauksit terhadap presedur operasional keselamatan kerja."ucap Bambang.


Korwil TINDAK Indonesia dan Ketua Litbang YLBH -LMRRI Bambang Iswanto, A.Md menyarankan upaya dan strategi yang harus dilakukan pemerintah untuk mencegah timbulnya dampak merugikan negara, pemerintah harus melakukan berbagai upaya dan strategi untuk menertibkan tambang ilegal tersebut, seperti ;


1. Pengaturan dan Perbaikan Data Pertambangan Tanpa Izin

Bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).


Pemerintah melakukan pengaturan dan perbaikan data pertambangan tanpa izin (PETI) yang berada di area kehutanan.


“Pengaturan dan perbaikan data ini penting dilakukan karena dengan adanya data yang valid, maka proses pengawasan dan penertiban dapat dilakukan dengan lancar.


2. Pengecekan atau Inspeksi Dadakan.


Pemerintah bersama KLHK, Kemenko Maritim, dan pemerintah daerah berkomitmen untuk menggalakkan pengecekan atau inspeksi dadakan (Sidak) ke tempat-tempat yang diduga sebagai tempat pengiriman bahan dari tambang-tambang tak berizin. Tujuannya, agar pergerakan barang ilegal bisa ditekan.


3. Penertiban oleh Aparat Penegak Hukum.


Dalam hal ini, pemerintah menugaskan Gakkum (Penegakan Hukum) kepolisian khususnya Kepolisian Daerah (Polda) bersama dengan TNI melakukan upaya penegakan hukum untuk menertibkan dan memberantas tambang ilegal secara langsung ke titik lokasi.


4. Pemberian Sanksi.


Pemerintah harus menegakkan pemberian sanksi hukum seperti kurungan penjara maksimal sepuluh tahun dan denda maksimal sepuluh miliar rupiah (sesuai UU Pertambangan Minerba).


5. Penyuluhan dan Sosialisasi Dampak dari kegiatan Tambang ilegal

secara berkala.


Pemerintah harus melakukan penyuluhan dan sosialisasi dampak tambang ilegal. “Sebab, banyak oknum pelaku kegiatan tambang ilegal tidak memahami akan bahaya yang bisa muncul dari kegiatan tersebut.untuk itulah, perlu diadakan penyuluhan atau sosialisasi terutama mengenai dampak aktivitas pertambangan Ilegal atau PETI bagi lingkungan sekitar.


6. Menyediakan Lapangan Kerja.


Pemerintah harus berupaya menyediakan lapangan pekerjaan lain bagi masyarakat agar tidak melakukan kegiatan penambangan ilegal dengan memberi fasilitas pelatihan kerja melalui Pemerintah Daerah.


"Bambang menyebutkan, berdasarkan Pasal 158 UU Minerba, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun, dan denda paling banyak Rp 10 miliar.


Aktivitas tambang ilegal menjadi salah satu dari sekian banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah,penyelesaiannya juga memang tidak mudah dan harus bertahap, namun apabila tidak segera diatasi, dampak lingkungan dan kerugian bagi negara akan semakin bertambah,”ucapnya.


Di tempat terpisah "Ketua Umum YLBH LMRRI dan Koordinator TINDAK Indonesia (Yayat Darmawi.SE.SH.MH) mengatakan bahwa Pelanggaran yang Sering Terjadi di wilayah Kalimantan Barat yaitu 

Penambangan tanpa izin,

Kegiatan penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP) atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK). 


Penambangan di kawasan hutan

Melakukan kegiatan penambangan di kawasan hutan tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). 


Pelanggaran lingkungan yang sering terjadi yaitu 

Merusak lingkungan tanpa dilengkapi dokumen lingkungan hidup (AMDAL) dan izin usaha bidang lingkungan hidup. 

Sanksi yang Berlaku yaitu Sanksi pidana:

Pasal 158 UU 3/2020 mengatur sanksi pidana bagi pelaku penambangan ilegal, yaitu penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.(Selasa.13.Mei.2025)


Sanksi administratif:

Selain sanksi pidana, terdapat juga sanksi administratif dan sanksi tambahan yang dapat dikenakan. 


Upaya Penanganan:

Penyidikan dan penangkapan:

Gakkum LHK melakukan penyidikan dan penangkapan terhadap pelaku penambangan ilegal, termasuk petinggi perusahaan. 


Pemberian sanksi:

Pelaku penambangan ilegal dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Pengembangan kasus:

Penyidik Gakkum KLHK terus mengembangkan kasus untuk mengungkap kemungkinan adanya pelaku lain yang terlibat, termasuk korporasi."tegas Yayat.


Di sisi lain Pemerhati Lingkungan dan Sekretaris Badan Pengurus Pusat LSM PISIDA Syamsuardi, menegaskan bahwa ketegasan sanksi negara tersebut akan dijadikan momentum oleh para pegiat lingkungan untuk melakukan aksi dan mendukung penyelesaian masalah pengemplang kewajiban ini yang terindikasi ada unsur kesengajaan."katanya.


"Syamsuardi menambahkan, pemerintah harus bertindak tegas agar kegiatan usaha yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian negara dalam pengabaian dan kepatuhan terhadap peraturan.  


Dia menilai, bagi perusahaan-perusahaan pelanggar yang telah masuk dalam dalam KLHK sebagaimana dilampirkan dalam SK Menteri LHK No. 196 itu, harus bersiap menerima sanksi sesuai UU Cipta Kerja dan PP nomor 24 Tahun 2021 dan masuk dalam kebijakan ABS atau Automatic Blocking System.  "Indikasi pelanggarannya jelas, antara lain merusak kawasan hutan, adanya kerugian negara dan ketidakpatuhan terhadap peraturan."tegas Syamsuardi.(Mr.Edi/Tim)

Previous
« Prev Post